• Agenda berikutnya :
  • 00hari
  • 00Jam
  • 00menit
  • 00Detik

Resiko Yang Diridhoi Allah

25 Sep 24

Resiko Yang Diridhoi Allah

KETAHUILAH....bahwa hidup ini pasti beresiko. Apapun yang kita pilih untuk dilakukan pasti ada resikonya. Hal itu sudah merupakan hukum alam (hukum Allah). Bahkan tidur terus di rumah pun juga ada resikonya (kena serangan jantung, misalnya).

Kalau tidak mau ada resiko, tinggal saja di atas kuburan untuk menunggu mati. Tapi itupun juga ada resikonya, yaitu tidak mampu mempertanggungjawabkan hidupnya untuk apa ia diciptakan.

أَفَحَسِبۡتُمۡ أَنَّمَا خَلَقۡنَٰكُمۡ عَبَثٗا وَأَنَّكُمۡ إِلَيۡنَا لَا تُرۡجَعُونَ

"Maka apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kamu main-main (tanpa ada maksud) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?" (al Qur'an, Surat Al-Mu'minun, ayat 115).

Hidup enak tapi lupa Allah-pun ada resikonya, yaitu istidroj' (ialah orang yang banyak melakukan maksiat dan jarang beribadah, namun hidupnya terus dilimpahi kenikmatan, lalu sekonyong-konyong luluh lantak disiksa Allah).

فَلَمَّا نَسُواْ مَا ذُكِّرُواْ بِهِۦ فَتَحۡنَا عَلَيۡهِمۡ أَبۡوَٰبَ كُلِّ شَيۡءٍ حَتَّىٰٓ إِذَا فَرِحُواْ بِمَآ أُوتُوٓاْ أَخَذۡنَٰهُم بَغۡتَةٗ فَإِذَا هُم مُّبۡلِسُونَ

"Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa" (al Qur'an, Surat Al-An'am, ayat 44).

Jadi hidup ini adalah pilihan menghadapi resiko. Tugas kita bukan memilih resiko yang kita anggap baik atau yang ringan, tapi memilih resiko yang PALING DIRIDHOI Allah. Itulah sebabnya ketika ada diantara para sahabat yang enggan berperang, Allah berfirman :

كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلۡقِتَالُ وَهُوَ كُرۡهٞ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰٓ أَن تَكۡرَهُواْ شَيۡـٔٗا وَهُوَ خَيۡرٞ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّواْ شَيۡـٔٗا وَهُوَ شَرّٞ لَّكُمۡۚ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ

"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagi kamu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagi kamu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal tidak baik bagi kamu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui" (al Qur'an, Surat Al-Baqarah, ayat 216).

Allah memerintahkan kita untuk memilih resiko bukan berdasarkan kesenangan, tapi berdasarkan apa yang menurut syariat itu baik atau tidak. Bahkan Allah memuji orang-orang yang mengorbankan dirinya (syahid) demi mencari keridhoan Allah,

وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَشۡرِي نَفۡسَهُ ٱبۡتِغَآءَ مَرۡضَاتِ ٱللَّهِۚ وَٱللَّهُ رَءُوفُۢ بِٱلۡعِبَادِ

"Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhoan Allah" (al Qur'an, Surat Al-Baqarah, Ayat 207).

Para nabi, para sahabat, ulama, da'i, dan para pejuang di jalan Allah lainnya sadar betul resiko dari aktivitas yang mereka pilih. Mereka bisa di-bully, dipenjara, disiksa, bahkan dibunuh. Hidupnya mungkin tidak bisa sekaya para pengusaha atau artis. Tapi mereka siap menerima resiko itu, karena yang mereka cari di dunia ini bukan mana yang paling senang atau paling ringan, tapi mana yang PALING DIRIDHOI Allah 'ajja wa jalla.

Bukankah menjadi da'i di jalan Allah adalah jalan yang paling berat resikonya, tapi paling mulia?

وَمَنۡ أَحۡسَنُ قَوۡلٗا مِّمَّن دَعَآ إِلَى ٱللَّهِ وَعَمِلَ صَٰلِحٗا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ ٱلۡمُسۡلِمِينَ

"Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah (da'i) dan mengerjakan kebajikan dan berkata, "Sungguh, aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)" (al Qur'an, Surat Fushilat, ayat 33).

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً

“Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

« الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِى عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ »

“Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa” (HR. Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4024, Ad Darimi no. 2783, Ahmad (1/185). Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 3402 mengatakan bahwa hadits ini shohih).

Al Munawi mengatakan, “Barangsiapa yang menyangka bahwa apabila seorang hamba ditimpa ujian yang berat, itu adalah suatu kehinaan; maka sungguh akalnya telah HILANG dan hatinya telah BUTA. Betapa banyak orang sholih yang mendapatkan berbagai ujian yang menyulitkan. Tidakkah kita melihat mengenai kisah disembelihnya Nabi Allah Yahya bin Zakariya, terbunuhnya tiga Khulafa’ur Rosyidin, terbunuhnya Al Husain, Ibnu Zubair dan Ibnu Jabir. Begitu juga tidakkah kita perhatikan kisah Abu Hanifah yang dipenjara sehingga mati di dalam buih, Imam Malik yang dibuat telanjang kemudian dicambuk dan tangannya ditarik sehingga lepaslah bahunya, begitu juga kisah Imam Ahmad yang disiksa hingga pingsan dan kulitnya disayat dalam keadaan hidup. Dan masih banyak kisah lainnya.”

Jadi janganlah kita mengatakan pejuang Palestina yang disiksa, dipenjara atau dibunuh, juga para da'i yang dipenjara atau dibunuh di berbagai negara pada masa kini sebagai kurang hati-hati, ceroboh atau bodoh. Sedang kita yang aman-aman saja berarti lebih hati-hati dan pintar. Itu berarti kita GHURUR (tertipu), karena tidak tahu hakekat resiko hidup yang sebenarnya.

Malu mestinya kita dengan para pejuang Islam di sepanjang zaman yang telah menegakkan kebenaran, apa pun resikonya. Berhutang budi kita dengan mereka karena akibat perjuangan mereka kebaikan masih ada untuk kita dan anak cucu kita, generasi mendatang.

Nilai mereka jauh lebih mulia daripada mereka yang tidak berani mengambil resiko, lalu duduk dan diam cari aman.

"Tidaklah sama antara orang beriman yang duduk (yang tidak turut berperang) tanpa mempunyai uzur (halangan) dengan orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya. Allah melebihkan derajat orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk (tidak ikut berperang tanpa halangan). Kepada masing-masing, Allah menjanjikan (pahala) yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar" (al Qur'an, Surat an Nisa', ayat 94).

Memang, hati-hati itu perlu, tapi jangan membuat kita jadi takut atau pengecut untuk menegakkan kebenaran dan berdakwah. Jika takdir Allah berupa resiko musibah sudah tiba, maka pasti akan terjadi, tak peduli kita berada di jalan kebenaran atau kejahatan.

Nilainya saja yang berbeda, yang menerima resiko di jalan kebenaran berarti nilainya mulia dan dapat pahala yang besar. Sebaliknya, yang menerima resiko di jalan kejahatan nilainya hina dan merupakan azab.

Mereka, para da'i dan pejuang Islam, memilih dengan sadar pekerjaan yang paling beresiko di dunia ini, tapi mereka insya Allah yang paling mulia di sisi Allah. Sebab mereka memilih resiko yang diridhoi Allah SWT.

Maka wahai diri...patokan melihat resiko hidup itu bukan dari mana yang menurut akalmu paling ringan dan menyenangkan, tapi patokannya mana resiko yang PALING DIRIDHOI Allah SWT. Wallahu'alam.

By. Satria hadi lubis

  • Ust. Satria Hadi Lubis
  • shl
  • Bagikan :

Tentang : Ust. Satria Hadi Lubis

Drs. H. Satria Hadi Lubis,.MM.MBA adalah penceramah, trainer dan penulis yang berfokus pada bidang life skills, ketahanan keluarga dan dakwah. Tulisannya tersebar di berbagai media sosial, di antaranya sudah dibukukan dalam 17 buah buku. Beberapa judul bukunya : Breaking The Time, Burn Your Self, Menjadi Murobbi Sukses dan Menggairahkan Perjalanan Halaqoh.

Satria Hadi Lubis telah berbicara di berbagai tempat dan organisasi dengan lebih dari 25.000 jam untuk membangkitkan motivasi hidup, meningkatkan harmonisasi keluarga dan produktivitas dakwah. Pernah juga muncul di LA TV (sekarang TV ONE) sebagai pengasuh dan pengisi acara tetap kuliah subuh.

Beliau juga pernah dua kali mengikuti pendidikan S3 walau tidak sampai lulus. Dan saat ini menjadi dosen di PKN STAN semenjak tahun 1998.

Sekarang ini beliau dikarunia 8 orang anak (4 putra, 4 putri) dan seorang istri bernama, Kingkin Anida. Tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.

Satria Hadi Lubis dapat dihubungi di nomor HP : 0813-16444034. Fb : Satria Hadi Lubis.

Komentar