Anak Tak Boleh Berpihak dan Membenci Orang Tuanya
ADA anak atau orang tua yang tak mengerti bahwa anak adalah outsider (pihak luar) jika ayah ibunya berkonflik, bahkan sampai bercerai. Anak tidak boleh durhaka dengan cara berpihak kepada ayah atau ibunya, walau jelas kesalahan nyata ada di salah satu pihak. Misalnya, ibunya sholihah, ayahnya selingkuh, tukang judi, murtad. Atau sebaliknya, ayahnya sholih, ibunya selingkuh, tidak sholat atau tukang mabok.
Apalagi sampai memusuhi, menjauhi dan memutuskan hubungan dengan ayah atau ibunya yang dianggap paling bersalah tersebut.
Kesalahan ayah atau ibu adalah urusan mereka berdua. Mereka nanti yang harus bertanggung jawab kepada Allah SWT. Anak adalah outsider (pihak luar) yang tak boleh berpihak, hanya sebatas memberi nasehat (masukan) saja. Tugas anak adalah TETAP BERBAKTI kepada KEDUA orang tuanya, walau merasa kecewa kepada ayah atau ibunya. Tugas anak adalah terus memperbaiki diri agar menjadi ANAK SHOLIH yang mendoakan kebaikan bagi kedua orang tuanya.
Di sisi lain, seorang ayah atau ibu tak boleh melibatkan anak dalam pertikaian antar suami isteri. Meminta anak, bahkan mengancam anak, agar berpihak kepadanya. Orang tua yang semacam itu sedang mengajarkan anaknya durhaka kepada ayah atau ibu yang dilawannya.
Sebenci-bencinya seorang istri atau suami kepada pasangannya tetap tak boleh melibatkan anak agar berpihak kepadanya. Bahkan suami atau isteri yang baik justru menasehati anaknya agar tidak membenci ayah atau ibunya yang jelas-jelas salah sekalipun. Apalagi jika salahnya masih subyektif.
Sekali lagi, ayah atau ibu tak boleh mengajarkan anaknya durhaka dengan melawan salah satu dari kedua orang tuanya, sehingga anak tak mendapatkan ridho dari ayah atau ibunya. Ingat! Tak mendapat ridho orang tua berarti tak mendapat ridho Allah SWT.
"Keridhaan Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi, hadits ini sahih menurut Ibnu Hibban dan Al-Hakim).
Jangan juga karena merasa dirinya diperlakukan tidak adil oleh ayah ibunya, lalu seorang anak merasa berhak membenci orang tuanya, merasa berhak tidak berbakti kepada ayah atau ibunya. Sungguh ini perbuatan durhaka yang dimurkai Allah dan Rasul-Nya.
Jika pun ada luka batin akibat pengasuhan orang tuanya, maka tugas anak setelah aqil baligh adalah menyehatkan mentalnya. Jangan terus menyalahkan orang tua padahal sang anak sudah dewasa. Bukankah setiap orang punya luka batinnya masing-masing, termasuk orang tua kita? Bukankah kita bertanggung jawab di hadapan Allah sendiri-sendiri tentang kesehatan mental kita?
Allah berfirman :
"Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada KEDUA orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Akulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk menyekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempuyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan PERGAULILAH KEDUANYA DI DUNIA DENGAN BAIK, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beri tahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan" (Qs. 31 ayat 14-15).
Rasulullah saw bersabda :
“Janganlah kamu membenci bapakmu, karena barangsiapa membenci bapaknya, maka itu merupakan perbuatan kekafiran”. (HR. Bukhari, no. 6386 dan Muslim, no. 62)
By. Satria hadi lubis
- Ust. Satria Hadi Lubis
- shl
- Bagikan :
Komentar