Isra' Mi'raj : Hiburan Dari Allah
By : Satria Hadi Lubis.
Setelah pemboikotan selama lebih kurang 3 tahun oleh kafir Quraisy, maka wafatlah istri Nabi Muhammad saw tercinta Khadijah ra. Lalu tak berapa lama kemudian Abu Thalib, paman yg selalu membela beliau juga meninggal dunia.
Beliau saw sangat bersedih. Betapa berat terasa jalan yang harus ditempuh, tanpa pembela dan tanpa orang tercinta. Ditambah kaumnya yang memusuhi dakwah beliau. Karenanya, tahun itu disebut ‘amul huzni (tahun kesedihan).
Kesedihan itu semakin lengkap, manakala Rasulullah SAW mencoba membuka jalur dakwah baru di Thaif. Siapa tahu, Thaif yang sejuk, dingin, hijau, mempunyai pengaruh besar terhadap penduduknya, sehingga sikap mereka barangkali sejuk dan segar dalam menerima dakwah nabi saw. Namun, bukannya kedatangan Nabi Muhammad saw di Thaif disambut, tapi malah disambit.
Ditengah kedukaan mendalam yang bertubi-tubi itulah, Allah berkehendak memberikan hiburan yang luar biasa kepada Nabi-Nya yakni peristiwa Isra' Mi'raj. Perjalanan di malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha lalu dilanjutkan ke Sidratul Muntaha di langit ke tujuh. Peristiwa yang seakan memberi pesan kepada Rasulullah saw: “Bahkan, seandainya pun seluruh penghuni bumi, baik manusia maupun jin, tidak mau beriman kepadamu wahai Muhammad, engkau pun tidak perlu bersedih, sebab, buktinya, masyarakat langit semuanya gegap gempita menyambut kedatanganmu”.
Dari sudut pandang ini, peristiwa Isra’ dan Mi’raj merupakan tasliyah (hiburan pelipur lara) yang sangat luar biasa bagi Rasulullah saw. Namun bukan sekedar hiburan biasa, tapi hiburan yang menguatkan dan merubah. Tidak seperti hiburan yang biasa dilakukan oleh kebanyakan kita, tanpa makna dan tanpa perubahan.
Sebab setelah peristiwa Isra' Mi'raj, Nabi saw semakin kuat tekadnya dalam berdakwah dan semakin besar kemampuannya dalam merubah lingkungan, sehingga akhirnya Islam menyebar ke seluruh dunia.
Peristiwa Isra' dan Mi'raj mengingatkan kita tak ada hiburan yang lebih menguatkan dan merubah kecuali kembali kepada Allah. Tak ada hiburan yang membahagiakan kecuali bersimpuh atas kemahabesaran Allah 'Ajja wa Jalla. Hiburan-hiburan yang lainnya sifatnya nisbi dan sementara, sehingga menagih (addict) untuk diulang-ulang kembali tanpa memperoleh kebahagiaan sejati. Persis seperti meminum air laut yang tak bisa menghilangkan dahaga.
Itulah sebabnya beliau saw bersabda, "Rekreasiku adalah sholat" (HR. An Nasa'i dan Baihaqi, dishahihkan syekh Al-Bany, Sahih Jami' assagir, jilid 2, halaman 87).
Itulah sebabnya, Fudhail bin Iyadh, seorang ulama tabi'in berkata, "Jika sekiranya para raja tahu betapa bahagianya kami dengan munajat kepada Allah, niscaya mereka akan berusaha merebutnya walau dengan menggunakan pedang-pedang mereka".
Peristiwa Isra' Mi'raj menyadarkan kita, tak ada yang bisa diandalkan kecuali Allah SWT. Segala sesuatu yang dicintai pasti akan sirna kecuali Allah. Segala sesuatu selain Allah bisa mengecewakan, seperti sikap kaum Quraish dan penduduk Thaif yang mengecewakan Nabi saw.
Namun bukan berarti kita tak boleh menghibur diri dengan kesenangan duniawi. Sah saja asalkan halal dan dengan porsi secukupnya. Kesenangan duniawi seperti garam dalam makanan. Perlunya sedikit untuk membuat makanan menjadi nikmat. Jika garamnya kebanyakan, maka makanan (hidup kita) menjadi tidak nikmat lagi.
Peristiwa Isra' Mi'raj mengajarkan kita, jika sedih dan dirundung masalah maka kembalilah kepada Allah. Sebab hanya Allah Pencinta dan Pembela sejati kita. Ingatlah selalu sapa Allah ini :
"Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam syurga-Ku" (Qs. 89 ayat 27-30).
- Ust. Satria Hadi Lubis
- satria hadi lubis
- Bagikan :
Komentar