Mewariskan Anak Ideologis
By. Satria Hadi Lubis.
SALAH satu kewajiban setiap muslim adalah mewariskan nilai-nilai Islam dan dakwah kepada anak-anaknya atau kepada generasi muda selanjutnya.
Allah berfirman : "Apakah kamu menjadi saksi saat maut akan menjemput Yakub, ketika dia berkata kepada anak-anaknya, “Apa yang kamu sembah SEPENINGGALKU?” Mereka menjawab, “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu yaitu Ibrahim, Ismail dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami (hanya) berserah diri kepada-Nya” (Qs. 2 ayat 133).
"Dan hendaklah TAKUT (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar" (Qs. 4 ayat 9).
Dalam realitanya, ada empat golongan orang tua dalam upaya mewariskan dakwah kepada generasi selanjutnya :
1. Orang tua yang berhasil mendidik anak nasabnya (anak biologisnya) menjadi anak ideologi Islam. Mereka juga berhasil banyak mencetak anak-anak bukan nasabnya menjadi anak ideologi Islam.
Kedua, orang tua yang gagal mendidik anak nasabnya menjadi anak ideologi Islam, seperti kisah anak Nabi Nuh as. Namun mereka berhasil banyak mencetak anak bukan nasabnya menjadi anak-anak ideologi Islam.
Ketiga, orang tua yang berhasil mendidik anak nasabnya menjadi anak ideologi Islam. Namun mereka tidak turut serta (tidak berdakwah) untuk mencetak anak bukan nasabnya menjadi anak-anak ideologi Islam.
Keempat, orang tua yang gagal mendidik anak nasabnya menjadi anak ideologi Islam. Dan mereka juga tidak ikut serta mencetak anak bukan nasabnya menjadi anak-anak ideologi Islam.
Dari klasifikasi sederhana tersebut, tentu golongan pertama adalah golongan yang paling sukses. Mereka akan meninggalkan dunia ini dengan senyum kepuasaan dan kebanggaan sebagai seorang muslim, yang telah berhasil melakukan tauritsul amal (mewariskan amal Islam) kepada banyak anak-anak muda, baik anaknya sendiri maupun anak orang lain.
Golongan kedua adalah golongan yang telah berusaha untuk mendidik anak nasabnya tapi karena kurang tepat atau kurang ilmu dalam pola asuh, maka anaknya tidak mengikuti jalan orang tuanya. Walaupun kurang sukses dalam mendidik anaknya sendiri, namun mereka masih memiliki kebanggaan karena turut serta dalam barisan dakwah yang berhasil banyak mencetak anak-anak bukan nasabnya menjadi anak ideologis.
Golongan ketiga adalah golongan orang tua yang cukup sukses dan patut menjadi teladan dalam pendidikan anak nasabnya. Namun mereka perlu instrospeksi diri mengapa tidak turut berdakwah kepada anak-anak bukan nasabnya, yang semestinya bisa mereka didik dengan mencontoh keberhasilan mereka dalam mendidik anak nasabnya. Kelalaian dalam berdakwah akan dimintai pertanggungjawabnnya kelak di yaumil hisab.
Golongan keempat adalah golongan orang tua yang tidak paham untuk apa mereka hidup dan menghidupkan. Inilah golongan orang tua yang gagal dan jahil, yang hanya bisa bangga dengan keberhasilan materi, gengsi dan gelar-gelar semu untuk dirinya dan anaknya. Mereka tidak peduli dengan masa depan peradaban manusia dan Islam.
Pertanyaannya adalah, termasuk orang tua yang manakah Anda?
Ketahuilah wahai saudaraku...masing-masing kita akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT terhadap tugas ini.
Semoga kita terus berusaha menjadi orang tua golongan pertama sampai akhir usia kita, karena mereka inilah sebaik-baiknya golongan orang tua (sukses).
"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan" (Qs. 66 ayat 6).
"Kemudian datanglah setelah mereka generasi pengganti yang mengabaikan salat dan mengikuti syahwatnya, maka mereka kelak akan tersesat" (Qs. 19 ayat 59).
- Ust. Satria Hadi Lubis
- satria hadi lubis
- Bagikan :
Komentar