Orang Benar Yang Dicambuk
Di sebuah negeri, pernah ada seorang guru yang sangat dihormati karena tegas dan jujur.
Suatu hari, dua muridnya menghadap guru tersebut. Mereka bertengkar hebat dan nyaris beradu fisik.
Keduanya berdebat tentang hitungan 3x7.
Murid pandai mengatakan 21, sedang murid bodoh bersikukuh mengatakan 27.
Murid bodoh menantang murid pandai untuk meminta guru mereka sebagai jurinya untuk mengetahui siapa yang benar diantara mereka, sambil si bodoh mengatakan : "Jika saya yang benar bahwa 3 x 7 = 27, maka engkau harus mau dicambuk 10 kali oleh guru, tapi jika kamu yang benar (3x7=21) maka saya bersedia untuk memenggal kepala saya sendiri.. ha ha ha ....." Demikian si bodoh menantang karena sangat yakin dengan pendapatnya.
"Katakan guru mana yang benar di antara kami?" tanya si murid bodoh.
Ternyata guru memvonis cambuk 10x bagi murid yang pandai (orang yang menjawab 21).
Setelah murid bodoh pergi, murid pandai protes keras!!
Guru menjawab kepada si murid pandai : "Hukuman ini bukan untuk hasil hitunganmu, tapi untuk ketidakarifanmu yang mau-maunya berdebat dengan orang bodoh yang tak tahu bahwa 3x7 sama dengan 21"
Guru melanjutkan : "Lebih baik melihatmu dicambuk dan menjadi bijaksana daripada aku harus melihat satu nyawa terbuang sia-sia!"
Pesan Moral:
Jika kita sibuk berdebat dengan orang bodoh yang tetap ngeyel walau sudah dijelaskan berarti kita sama bodohnya atau bahkan lebih bodoh daripada orang yang bodoh tersebut. Sebab dengan sadar kita membuang-buang waktu dan energi untuk hal yang tak perlu.
Bukankah kita sering mengalaminya?
Bisa jadi hal tersebut kita lakukan dengan rekan kerja, pasangan hidup, teman, saudara, tetangga, nitizen, buzzer amatir dan upahan, serta dengan yang lainnya.
Berdebat atau bertengkar untuk hal yang tidak benar, hanya ajakan menguras energi percuma.
Ada saatnya kita diam untuk menghindari perdebatan atau pertengkaran yang sia-sia.
Diam bukan berarti kalah, bukan?
Memang tidak mudah, tapi janganlah sekali-kali berdebat dengan orang yang tidak memahami permasalahan, tapi merasa dirinya SUDAH PALING BENAR, padahal sudah jelas-jelas SALAH seperti cerita di atas.
Merupakan kebajikan bagi kita untuk bisa mengontrol diri dan menghindari debat kusir dan nyinyir untuk menghindari kemarahan dan pertengkaran yang tak berfaedah dan merugikan diri sendiri.
Yakinlah bahwa kebenaran akan terkuak juga pada waktunya.
By. Satria hadi lubis
- Ust. Satria Hadi Lubis
- satria hadi lubis
- Bagikan :
Komentar