Sampah Hati
By. Satria hadi lubis
JIKA kamu diam dengan kata-kata kasar orang lain bukan berarti kamu pengecut atau "kalah." Namun jika seseorang memberimu sesuatu, tetapi kamu tidak mau menerimanya dengan diammu, menjadi milik siapakah pemberian itu? Tentu saja menjadi milik si pemberi itu.
Begitu pula dengan kata-kata kasar jika tidak dilayani ia akan kembali menjadi miliknya. Dia harus menyimpannya sendiri. Dia tidak menyadari, bahwa nanti dia akan menanggung AKIBATNYA, baik di dunia maupun di akhirat. Energi yang muncul dari pikiran, perasaan, perkataan, atau perbuatan negatif hanya akan membuahkan penderitaan hidup bagi orangnya sendiri.
Sama seperti orang yang ingin mengotori langit dengan meludahinya. Ludah itu hanya akan jatuh mengotori wajahnya sendiri.
Nasehat bagi saya dan untuk sahabat semua, jika di luar sana ada orang yang marah-marah kepada kita, biarkan saja, karena mereka sedang menyebarkan SAMPAH HATI mereka. Jika engkau diam saja, maka sampah itu akan kembali kepada diri mereka sendiri. Tetapi jika engkau tanggapi, berarti engkau menerima sampah tersebut. Hatimu menjadi kotor seperti hatinya.
Hari ini begitu banyak orang yang hidup dengan membawa sampah kemana-mana di hatinya. Sampah kekesalan, sampah amarah, sampah kebencian, sampah dendam, sampah merasa diperlakukan tidak adil, sampah berburuk sangka, dan lainnya.
Sampah yang seharusnya dibuang di tempatnya, yakni di "tempat sampah hati", bukan dibuang sembarangan, seperti di medsos, di jalanan atau kepada sembarang orang.
Dimanakah tempat yang tepat untuk membuang sampah hati ini?
Di haribaan-Nya...
ketika kamu bersimpuh sujud sambil mengaduh, menangis, memohon, dan merenung mengapa hatimu gundah dan kotor. Minta kepada Dia agar diberi kekuatan dan hikmah di balik rasa gundahmu. Yang akhirnya engkau menjadi IKHLAS dan MEMAAFKAN. Sebab sejatinya Allah telah memberimu jauh lebih banyak pertolongan dan nikmat daripada petaka. Dan tidak ada seorangpun yang bisa mencelakakanmu tanpa seizin-Nya, sehingga engkau lebih bertawakal.
Inilah saatnya bagi saya, bagimu, dan bagi kita semua di saat ini untuk instrospeksi diri seberapa banyak sampah hati kita, dan sudahkah kita bersihkan dengan cara BERSIMPUH TAKLUK di haribaan-Nya.
- Ust. Satria Hadi Lubis
- satria hadi lubis
- Bagikan :
Komentar