Semakin Tua Seharusnya Semakin Bahagia
By. Satria hadi lubis.
Semakin tua seharusnya kita makin bahagia,
karena keinginan berkurang, tak mau lagi macam-macam.
Bukankah yang membuat kita tak bahagia adalah nafsu besar tenaga kurang?
Semakin tua seharusnya kita makin bahagia,
karena ada panggilan jiwa yang semakin kuat untuk mencari kebutuhan spritual, bukan lagi materi.
Bukankah yang membuat kita tak bahagia adalah hati yang gersang karena lelah mengejar materi?
Semakin tua seharusnya kita makin bahagia,
karena semakin pandai dan ikhlas untuk melepas, memaafkan dan melupakan apa saja yang menyakitkan.
Bukankah yang membuat kita tak bahagia adalah ketidakmampuan mengambil hikmah atas musibah dan memaksa untuk memiliki?
Semakin tua seharusnya makin bahagia,
karena pribadi makin matang dan dewasa, mampu mengatur waktu dan sumber daya dengan lebih baik.
Bukankah yang membuat kita tidak bahagia itu ritme hidup yang kacau dan sembrono?
Semakin tua seharusnya kita makin bahagia,
karena makin banyak kenalan yang mendukung kita, anak-anak juga menjaga kita.
Bukankah yang membuat kita tak bahagia adalah rasa sepi dan tak dihargai?
Semakin tua seharusnya kita makin bahagia,
karena ekonomi relatif lebih mapan, lebih banyak waktu untuk berpikir esensial dan bermakna.
Bukankah yang membuat kita tak bahagia adalah pikiran yang cupu dan kurang bersyukur?
Semakin tua seharusnya kita makin bahagia,
karena makin mengerti arti hidup yang singkat ini, semakin mengenal Tuhan dan rahasia dibalik keberadaan alam semesta ini.
Bukankah yang membuat kita tak bahagia adalah keterasingan jiwa terhadap Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Penyayang?
Seperti kata pepatah, "Tua-tua keladi, makin tua makin menjadi (bahagia)", bukan makin menjadi banyak berbuat dosa
Maka jika engkau masih muda dan ingin bahagia
Carilah bahagia itu dengan benar,
sehingga berapa pun usiamu kau sudah bahagia tanpa perlu menunggu tua.
- Ust. Satria Hadi Lubis
- satria hadi lubis
- Bagikan :
Komentar