Ujian Sebagai Wujud Cinta Allah
PADA hakekatnya ujian mencerminkan kasih sayang dan keadilan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya. Allah SWT "tidak rela" menimpakan azab yang tidak terperi sakitnya di akhirat kelak, hingga Ia menggantinya dengan azab dunia yang "sangat ringan dan sedikit" berupa ujian kehidupan.
"Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan SEDIKIT ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (Qs. 2 ayat 155).
Hebatnya, semakin Allah cinta pada seseorang, maka ujian yang diberikan kepadanya juga semakin berat. Karena ujian tersebut akan semakin menaikkan derajat dan kemuliaannya di hadapan Allah, serta menggugurkan dosa-dosanya.
Orang yang paling dicintai Allah adalah para Nabi dan Rasul. Mereka adalah orang yang paling berat menerima ujian semasa hidupnya. Rasulullah saw bersabda : “(Orang yang paling keras ujiannya adalah) para nabi, kemudian yang semisalnya dan yang semisalnya, diuji seseorang sesuai dengan kadar agamanya, kalau kuat agamanya maka semakin keras ujiannya, kalau lemah agamanya maka diuji sesuai dengan kadar agamanya. Maka senantiasa seorang hamba diuji oleh Allah sehingga dia dibiarkan berjalan di atas permukaan bumi tanpa memiliki dosa” (HR. At-Tirmidzy, Ibnu Majah, berkata Syeikh Al-Albany: Hasan Shahih).
Ujian para nabi sangat berat melebihi ujian yang diberikan kepada manusia lainnya. Contohnya Nabi Ayub AS. Allah SWT mengujinya dengan kemiskinan dan penyakit yang sangat berat selama berpuluh-puluh tahun, tapi ia tetap sabar.
Setelah para Nabi dan Rasul, orang yang ujiannya sangat berat adalah para shalihin dan para ulama (da'i).
Demikianlah secara berurutan, hingga Allah SWT menimpakan ujian yang ringan kepada orang-orang yang awam.
Yang pasti, setelah seseorang mengikrarkan dirinya beriman, maka Allah akan menyiapkan ujian baginya untuk mengangkat derajatnya atau untuk memberi peringatan kepadanya.
Dalam Al Qur'an tertulis janji Allah, ''Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan (saja) mengatakan: Kami telah beriman, lantas tidak diuji lagi? Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan mengetahui orang-orang yang dusta'' (Qs. 29 ayat 2-3).
"Jika Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka Dia menyegerakan hukuman di dunia. Jika Allah menghendaki keburukan bagi hamba-Nya, maka Dia menahan hukuman kesalahannya sampai disempurnakannya pada hari Kiamat'' (HR Imam Ahmad, At Turmidzi, Hakim, Ath Thabrani, dan Baihaqi).
Suatu ketika seorang laki-laki bertemu dengan seorang wanita yang disangkanya pelacur. Dengan usil, lelaki itu menggoda si wanita sampai-sampai tangannya menyentuh tubuhnya. Atas perlakuan itu, si wanita pun marah. Lantaran terkejut, lelaki itu menoleh ke belakang, hingga mukanya terbentur tembok dan ia pun terluka. Pascakejadian, lelaki usil itu pergi menemui Rasulullah dan menceritakan pengalaman yang baru saja dialaminya. Rasulullah SAW berkomentar, ''Engkau seorang yang masih dikehendaki oleh Allah menjadi orang baik''. Setelah itu, Rasul mengucapkan hadis di atas.
Dalam riwayat At Turmidzi, hadis itu disempurnakan dengan lafadz sebagai berikut, ''Dan sesungguhnya Allah, jika Dia mencintai suatu kaum, Dia menguji mereka. Jika mereka ridha, maka Allah ridha kepadanya. Jika mereka benci, Allah membencinya''.
Kecintaan Allah kepada suatu kaum di dunia tidak selalu diwujudkan dalam bentuk pemberian materi atau kenikmatan lainnya. Kecintaan Allah bisa berbentuk ujian (musibah).
Jadi, musibah yang ditimpakan Allah kepada manusia dapat dilihat dari tiga perspektif :
Yang pertama, sebagai ujian dari Allah untuk memuliakan derajatnya dan menggugurkan dosa-dosanya. "Tidaklah menimpa seorang mukmin sebuah musibah, duri atau musibah yang lebih besar dari itu kecuali Allah akan mengangkat derajatnya atau menggugurkan dosanya” (HR. Al-Bukhary dan Muslim, dan lafadznya milik Imam Muslim).
Kedua, sebagai tadzkirah atau peringatan dari Allah kepada manusia yang lalai agar ia kembali kepada Allah yang mencintainya. “Dan tidaklah Kami memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakut-nakuti" (Qs. 17 ayat 59).
Ketiga, sebagai azab (hukuman) bagi orang-orang fasiqin, munafiqin, ataupun kafirin. Kalau ia menemui kematian dalam musibah tersebut, maka ia mati dalam keadaan tidak diridhai Allah. "Maka masing-masing (mereka itu) Kami azab karena dosa-dosanya, di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil, ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan ada pula yang Kami tenggelamkan" (Qs. 29 ayat 40).
Semoga Allah menjadikan kita sabar terhadap berbagai ujian kehidupan dan menjadikan ujian tersebut sebagai sarana mengangkat derajat kita di hadapan Allah SWT.
By. Satria Hadi lubis
- Ust. Satria Hadi Lubis
- shl
- Bagikan :
Komentar